Minggu, 30 November 2008

Culture Kerja Pegawai Negeri

Oleh : Muhammad Bahtiar Aman

Oleh sementara orang, budaya kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih dipandang oleh sebelah mata; lambat, birokratis, malas, dan biaya tinggi dan kerja yang tidak begitu efektif serta kurang baiknya manajemen kerja. Namun di satu pihak yang lain berpandangan sebaliknya. Bahwa budaya kerja PNS sudah berangsur membaik, ditandai dengan membaiknya pelayanan birokrasi baik dari tingkat birokrasi kecil sampai birokrasi yang besar kepada masyarakat.


Terlepas dari dua pandangan berbeda di atas, yang pasti budaya kerja PNS harus ditingkatkan dalam mencapai layanan prima pada seluruh lapisan masyarakat. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem yang mampu mengembangkan profesionalisme kerja dan lingkungan yang kondusif dalam rangka mendukung pencapaian pengabdian, tanggung jawab dan tugas sebagai abdi negara yang baik.

Paling tidak ada lima syarat yang harus dipenuhi dalam rangka meningkatkan budaya kerja PNS. Pertama, ada nilai yang mendukung pencapaian visi .Kedua, ada motivasi yang mampu memacu kerja seorang pegawai. Ketiga, ada ide dan strategi yang tepat. Keempat, ada tujuan bersama yang jelas. Kelima, etika kerja yang ditumbuhkan melalui sistem

Nilai, berbagai pihak meyakini bahwa nilai dapat menggerakkan etos kerja seseorang. Dengannya seseorang dapat menjadi gigih, sungguh-sungguh dalam bekerja, memiliki komitmen yang tinggi, serta memiliki didikasi, tanggung jawab dan lain sebagainya. Banyak contoh dapat disebut di sini untuk menunjukkan bahwa Nilai sangat berpengaruh bagi seseorang dalam bekerja maupun berusaha.

Keberhasilan gerakan sosialisme, kapitalisme, gender, dan termasuk keberhasilan Indonesia merdeka dari kolonialisme adalah karena bermula dari keyakinan terhadap kebenaran suatu nilai yang diperjuangkannya. Mengapa nilai begitu berpengaruh? Penyebabnya tidak lain adalah karena pada dasarnya hampir tidak ada seorang pun yang tidak memiliki suatu makna hidup dan tujuan serta konsep pencapaian dalam mengaplikasikan diri secara individu yang baik.

Pekerjaannya sekarang adalah menginternalisasikan suatu nilai terhadap segenap aparatur secara sistematif. Disinilah diperlukan pemikiran cerdas, cermat serta pragmatis konsepsional dalam rangka transformasi nilai dalam upaya membangun budaya kerja yang progresif.

Motivasi, tanpa adanya motivasi, bekerja menjadi hampa dan tanpa arah serta tujuan yang jelas. Efek negatifnya bekerja menjadi lambat selesai, sering meleset dari target waktu yang telah ditentukan dan tidak efektif dan hasil yang riel adalah ketidak sempurnaan. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana motivasi itu tumbuh. Orang bijak mengatakan bahwa motivasi itu ada dalam diri seseorang jika kepentingan seseorang tersebut ada didalamnya.

Untuk itu, dibutuhkan kerja cerdas bagaimana mengemas kepentingan-kepentingan setiap individu secara apik tanpa mengorbankan kepentingan lain yang lebih besar dan mengabaikan tanggung jawab yang harus djalankan. Di sinilah dibutuhkan kearifan membuat kebijakan dan menyusun program kerja sebagai acuan dalam rangka pelaksanaan kegiatan organisasi yang mudah dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan oleh setiap orang dalam organisasi tersebut dalam rangka mencapai tujuan serta keinginan bersama.

Ide dan Strategi Tepat, ide adalah gagasan dan pemikiran tentang sesuatu hal. Sedangkan strategi adalah cara pencapaian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan obyektif (sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya dan lain sebagainya). Dalam hal ide dan strategi ini, satu hal yang mesti dimiliki oleh pegawai negeri adalah adanya jiwa berpengabdian, berwirausaha atau entreprenuer. Yaitu kermampuan menggunakan sumber daya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan efektivitas (David Obsborne: 2000; 18). Dengan modal ini para pegawai akan senantiasa mampu menbaca peluang secara positif untuk menggerakkan segenap kemampuannya dalam rangka pencapaian tujuan bersama dalam organisasi.

Tujuan bersama, adalah mustahil sebuah misi akan tercapai kalau orang-orang yang ada di dalamnya memiliki tujuan yang berbeda. Meneg PAN Taufiq Effendi selalu mengatakan bahwa guna mencapai pada sesuatu yang dicita-citakan bersama maka harus ada kesamaan persepsi dan juga kesamaan tujuan. Dengan kesamaan ini maka seluruh energi akan tercurah pada satu titik yang menjadi cita-cita dan keinginan serta harapan bersama tersebut. Di sinilah sebenarnya dibutuhkan komunikasi intensif, keterbukaan dan kebersamaan antar semua individu dalam suatu organisasi.

Etika kinerja, dalam rangka memantapkan etika kinerja, hal mendasar yang perlu ditegaskan adalah soal job discription (tugas kerja yang jelas). Masing-masing pegawai harus memahami secara baik apa saja yang menjadi tugas pekerjaannya. Jangan sampai seorang pegawai menjadi sangat sibuk tetapi tidak mengerjakan pekerjaan tupoksinya. Peran dari Leadership senantiasa harus mampu memberikan arahan-arahan pegawai yang menyangkut tugas pokok dan fungsi pegawai yang bersangkutan. Jangan sampai seorang leadership tidak mampu dalam memandang dan membaca kemampuan dan karakter dari bawahannya dalam menempatkan pada tugas yang sesuai. Hal lain yang harus ditegaskan juga kaitannya dengan masalah etika kerja ini adalah soal reward and punishment.

Untuk menjalankan reward and punishment ini perlu dibarengi dengan kejelasan pola karier jabatan, penempatan berdasarkan keahlian, remunerasi dan meritokrasi.

Upaya Dalam Rangka Melaksanakan Paradigma Baru

Perubahan besar sistem sosial politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain telah mendorong masyarakat luas menjadi semakin kritis dan paham terhadap hak-haknya. Dengan adanya hal itu, maka mau tidak mau PNS harus mampu mengimbangi kecerdasan dan kepekaan, serta kritisnya masyarakat yang berkembang pesat kepada para aparatur negara. Di antara cara yang dapat ditempuh adalah dengan melaksanakan paradigma baru birokrasi yang ada melekat di aparatur negara yang mana gaji mereka adalah merupakan hasil dari pendapatan negara melalui berbagai pereturan yang terkait adanya berbagai pajak dari seluruh masyarakat indonesia secara benar dan bertanggung jawab.

Secara jelas dikatakan bahwa PNS dan juga pejabat negara adalah pamong praja, yaitu abdi dan pelayan masyarakat. Tugasnya adalah memberikan pelayanan secara menyenangkan kepada masyarakat tentang apa saja yang menjadi kepentingan-kepentingannya. Persoalannya sekarang adalah masih ada sebagian pihak yang sering (maaf) memanjakan aparatur negara dengan cara memberikan fasilitas-fasilitas lebih ( umumnya pada segi materi dengan adanya gaji dan tunjangan yang besar dimana kinerja yang masih kurang baik ) sehingga hal ini memaksa aparatur negara kembali berparadigma lama.

Sekarang ini hasrat pegawai untuk menyenangkan masyarakat sudah tumbuh menggembirakan. Di berberbagai daerah sudah digalakan tentang bagaimana (misalnya) memberikan pelayanan secara cepat, tepat, dan murah dan prima. Sebut saja sebagai contoh kecil adalah merebaknya penerapan model pelayanan satu pintu, dimana masyarakat cukup datang ke satu kantor mulai dari soal pendaftaran sampai urusan seleksi.

Berikutnya, sejak awal diangkat setiap pegawai telah diambil sumpahnya di bawah persaksian kiab suci untuk menjalankan amanah jabatan itu secara konsekuen dan iklas. Namun, lagi-lagi amanah itu ternodai karena berbagai hal. Untuk itu, perlu diciptakan sistem yang mampu mengawal sumpah sehingga dapat dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab secara moral baik bertanggung jawab dengan komitmen diri sendiri ataupun kepada masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan amanah rakyat kurang dapat diaplikasikan secara maksimal. Bisa jadi itu disebabkan oleh pibadinya yang bertanggung jawab, bermasalah atau bisa juga disebabkan oleh sistemnya yang tidak mendukung, dan tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh dua-duanya; pribadinya yang kurang bertanggung jawab, bermasalah dan sistemnya tidak benar.

Untuk itu diperlukan upaya terus menerus dan nyata untuk membenahi pribadi-pribadi aparatur negara yang kurang bertanggung jawab, bermasalah dan sistem yang salah. Dari paradigma di atas perlu dirasakan getarannya oleh masyarakat, sehingga tidak hanya menjadi untaian kata-kata indah tetapi kenyataan aplikasi dari suatu pengabdian yang riel. Caranya, segenap aparatur negara harus terus bekerja dan berkarya untuk membuktikan bahwa dirinya adalah benar – benar merupakan dari pelayan masyarakat yang baik dan bijak.

Langkah bijak yang dapat segera dilakukan adalah memulai dari diri sendiri untuk menjadi pelayan masyarakat secara memuaskan, selanjutnya ke lingkaran yang lebih besar lagi dan lebih besar lagi sembari menciptakan sistem yang mendukung bagi pelaksanaan paradigma baru tersebut di atas. Jika antara sistem dan pribadinya sudah saling mendukung, insyaallah paradigma bahwa aparatur negara sebagai pamong praja dan jabatan sebagai amanah akan melaju tepat dan operasional.

Hal ini juga sesuai dengan Al-Qur’an dalam hadistnya yaitu : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Al Anfal : 27).

Selain itu juga telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dari Nabi Shallalhu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Tunaikanlah amanat kepada orang yang mempercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Jakarta, 30 November 2008)

Jumat, 21 November 2008

pidato kesadaran

Cogito ergo sum adalah sebuah ungkapan yang diutarakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Perancis. Artinya adalah: "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Keberadaan ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri.

Jika dijelaskan, kalimat "cogito ergo sum" berarti sebagai berikut. Descartes ingin mencari kebenaran dengan pertama-tama meragukan semua hal. Ia meragukan keberadaan benda-benda di sekelilingnya. Ia bahkan meragukan keberadaan dirinya sendiri.
Descartes berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya sendiri tersebut, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Ia takut bahwa mungkin saja berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun sebaliknya membawanya kepada kesalahan. Artinya, ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya ke jalan yang salah.

Sampai di sini, akupun tiba-tiba sadar bahwa bagaimanapun pikiran g berpeluang mengarahkan kita kepada kesalahan, namun ia tetaplah berpikir. Inilah satu-satunya yang jelas. Inilah satu-satunya yang tidak mungkin salah.

Ciri menonjol pada orang yang beriman adalah kemampuan memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang Pencipta tersebut. Ia mengetahui bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu memahami kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru manapun. Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan dan rasa takut kepada-Nya. Ia adalah termasuk golongan yang berakal, yaitu:

"…orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali 'Imraan, 3:190-191)